Manya lulus dari Sekolah Menengah Putri dengan predikat sebagai lulusan terbaik. Manya mendapatkan hadiah-hadiah dari sekolahnya karena prestasinya itu. Namun sayang hampir semua hadiah buku-buku itu tentang Rusia dan berbahasa Rusia, sesuatu hal yang tidak disukainya mengingat perlakuan penguasa Rusia kepada Ayahnya. Manya membuang buku-buku hadiah itu semua. Manya ingin melanjutkan kuliah di jurusan Fisika Universitas Sarbonne di Paris, namun keinginan itu segera ditahannya mengingat biaya besar yang dibutuhkannya. Manya yang mengetahui kondisi Ayahnya tak sampai hati untuk mengutarakan cita-cita besarnya itu. Akibatnya Manya harus memupus untuk sementara waktu mimpi besarnya itu sambil mencari cara mendapatkan uang untuk dapat membiayai biaya kuliahnya.
Manya mendapatkan uang dengan menjadi guru privat. Namun ketika kakaknya, Bronya yang selalu rajin menabung untuk dapat meneruskan kuliah di fakultas kedokteran dan ternyata masih kurang banyak dananya, Manya rela membagi tabungannya. Bronya begitu terharu mengetahui ketulusan adiknya. Manya ikut bahagia kakaknya bisa berangkat terlebih dahulu ke Paris untuk mewujudkan impiannya, walau untuk itu dia harus mengorbankan kepentingannya. Berkat bantuan keuangan dari Manya, pada bulan Agustus 1885, Bronya dapat berangkat ke Paris untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang dokter.
Keberangkatan Bronya ke Paris semakin menumbuhkan semangat Manya untuk segera menyusul kakaknya kuliah ke Paris. Manya semakin rajin memberi privat kepada anak-anak dari keluarga kaya walaupun jaraknya sangat jauh dan harus ditempuh dengan berjalan kaki. Akhirnya pada bulan Oktober pada tahun 1891 berbekal uang tabungannya, Manya pergi Ke Paris dan bertemu dengan kakaknya, Bronya yang terlebih dahulu sudah kuliah di sana. Manya diterima di Universitas Sorbonne. Bulan Nopember 1891 Manya untuk pertama kalinya merasakan suasana perkuliahan di fakultas Fisika Universitas Sorbonne. Bukan main bahagia dan penuh rasa syukur Manya, impiannya untuk melanjutkan kuliah di universitas bergengsi akhirnya terwujud. Manya Sklodovska yang ingin menata hidupnya kembali kemudian mengubah namanya menjadi Marie.
Saat duduk sebagai mahasiswa Universitas Sarbonne, Marie dikenal oleh teman-teman mahasiswanya sebagai seorang mahasiswa yang pendiam, suka duduk di deretan bangku paling depan dan tak suka mengobrol dengan teman-temannya kuliahnya yang tak perlu. Bagi Marie waktu sangatlah berharga sekali, tak ada waktu yang dibiarkan berlalu begitu saja tanpa diisi dengan kegiatan belajar, membaca bertumpuk-tumpuk buku di perpustakaan kampus. Di rumah pun Marie melanjutkan belajar sampai larut malam. Tak heran kebiasan itu sering membuat cemas kakaknya, Bronya. Kakaknya yang tak ingin melihat Marie jatuh sakit akibat kurang istirahat, tak jarang kemudian sedikit memaksa Marie untuk mengajaknya jalan-jalan menikmati keindahan kota Paris untuk menyegarkan pikiran. Marie meskipun pada awalnya agak kesukaran dalam mengikuti semua mata kuliah yang berpengantar bahasa Perancis, tetapi karena ketekunan dan kecerdasannya, Marie akhirnya dapat mengatasi hambatan bahasa itu.
Pada bulan Juli 1893, Marie lulus dari Fakultas Fisika, Universitas Sarbonne dengan predikat juara nomor satu. Benar-benar prestasi yang amat mengagumkan untuk seorang mahasiswa asing dari Polandia yang belajar di Perancis. Marie tentu saja sangat bersyukur akan semua prestasi yang telah diraihnya itu, dan dia mempersembahkan itu untuk Ayah yang sangat dicintai dan dihormatinya. Tak heran Marie segera pulang ke Polandia untuk mengabarkan kabar gembiranya itu kepada Ayah tercinta. Ayah Marie pun merasa sangat amat bangga.
Hanya dua bulan Marie sempat berkumpul dengan Ayah dan kakaknya yang lain di Polandia, tiba-tiba sebuah Yayasan yang bernama Alexandrovitch tertarik memberikan beasiswa bagi Marie. Marie sangat gembira mendapatkan biasiswa yang tak terduga itu, ia pun kembali ke Paris ke Universitas Sarbonne dan kali ini mengambil jurusan Matematika. Namun begitu sebagai seorang ahli fisika, Marie tak lupa melakukan percobaan-percobaan di laboratorium universitasnya, saat itu Marie sedang tekun melakukan percobaan tentang magnet baja.
Pada awal musim semi 1894, Marie mendapatkan kunjungan seorang ahli fisika kenamaan dari Polandia, yaitu Kovalski. Ia amat tertarik dengan kegeniusan Marie yang bisa lulus dari jurusan fisika Universitas Sarbonne dengan meraih peringkat pertama. Kovalski semakin tertarik dengan Marie karena di usianya yang masih sangat muda tetapi ternyata telah banyak melakukan percobaan-percobaan hebat, seperti percobaannya tentang magnet baja. Kovalski menawarkan kepada Marie agar melakukan percobaan-percobaan di laboratoriun ahli fisika sahabatnya, yaitu Pierre yang lebih komplit. Kovalski yakin dengan didukung peralatan laboratorium lengkap maka Marie dapat menghasilkan penemuan yang hebat.
Bulan juli 1894, Marie berhasil menyelesaikan studi ilmu matematika dari Universitas Sarbonne, Paris dengan predikat lulusan terbaik nomor dua. Marie pun bersyukur atas semua prestasi yang telah diraihnya itu walau tak mendapatlkan peringkat satu. Marie ingin segera mengabarkan kepada Ayahnya di Polandia. Rasa rindunya kepada Ayah dan saudara-saudaranya amat besar. Di samping itu, Marie ingin sekali dapat menyumbangkan semua ilmu yang telah diperolehnya itu untuk memajukan generasi muda kota kelahirannya. Namun kata-kata Pierre terngiang-ngiang pula di kepalanya, “Kalau kau menetap di Polandia, maka semua eksperimen yang telah engkau rintis selama ini akan terhenti. Di Polandia tidak ada laboratorium Fisika yang baik dan lengkap seperti di Paris. Mka akan sia-sia pulalah semua perjuanganmu selama ini”
Marie meminta saran dari Ayah dan kakak-kakaknya. Marie sebetulnya sangat ingin mengabdikan dan mendarmabaktikan semua ilmu yang telah diperolehnya dari Universitas Sarbonne untuk memajukan negaranya. Marie menjadi bimbang, antara mengabdikan ilmunya di Polandia, atau kembali ke Paris memperdalam dan melanjutkan kembali eksperimen-eksperimen yang telah dirintisnya sejak kuliah di jurusan Fisika. Sklodovska yang juga amat memuja ilmu pengetahuan rupanya sependapat dengan Pierre agar Marie menuntaskan terlebih dahulu semua eksperimen-eksperimennya. Ayah Marie tak hanya menyarankan agar anaknya kembali ke Paris saja, namun lebih dari itu juga menyarankan agar menerima cinta Pierre Curie.
Pada tanggal 26 Juli 1893, sesuai dengan saran Ayah dan saudara-saudaranya, akhirnya Marie menerima cinta Pierre dan melangsungkan pernikahan di gereja. Marie akhirnya menjalani kehidupan sebagai seorang isteri, dan nama Marie pun menjadi Marie Curie. Namun begitu Marie tetap tak menghentikan kegiatannya bereksperimen. Setiap hari Marie hanya memerlukan waktu dua sampai tiga jam saja untuk mengurus pekerjaan rumah-tangga, selebihnya Marie tetap bertekun dengan pekerjaan eksperimennya. Bahkan kini eksperimen yang dilakukan Marie menjadi lebih akurat karena mendapatkan pendampingan dari suaminya, Pierre Curie.
Akhirnya setelah mengadakan penyelidikan selama bertahun-tahun, pada bulan juli 1898 Marie berhasil menemukan elemen baru yang mengandung radioaktif. Keberhasilan yang bersejarah itu dipersembahkan kepada negara kelahirannya Polandia, sehingga unsur baru tersebut dinamakan “Polonium” diambil dari kata Polandia. Keberhasilan pasangan ilmuwan fisika hebat itu terus berlanjut. Pada bulan Desember 1898, keduanya kembali mengumumkan penemuan elemen barunya. Elemen baru itu dinamakan “Radium” , baik Polonium maupun Radium adalah sama-sama merupakan elemen radioaktif yang bisa memancarkan keaktifan dari dalam secara alami. Radium sangat berguna dalam bidang kedokteran. Sinar Radium dapat menolong para penderita kanker karena Sinar Radium itu dapat merusak dinding sel yang sakit dan menyembuhkan tumor dan kanker.
Marie Curie Bagian 3